BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sekolah merupakan tempat untuk menuntut ilmu
bagi semua warga Negara termasuk di dalamnya siswa yang notabene adalah
generasi penerus bangsa. Pendidikan di Indonesia, yang merupakan negara
multikultural kerap menjumpai fenomena dari segi pendidik dengan terdidik
adalah berbeda secara budaya, dan perbedaan ini juga tidak jarang menimbulkan
beragam permasalahan. Berkaitan dengan layanan bimbingan dan konseling di
sekolah pun tidak lepas dari permasalahan budaya, baik itu persamaan maupun
perbedaan budaya antara konselor dengan siswa di sekolah. Dari adanya hal
tersebut, dari pihak konselor diharuskan menguasai wawasan budaya guna
menghadapi siswa-siswi yang berbeda budaya.
Perbedaan dan persamaan budaya merupakan sesuatu hal yang
umum terjadi dalam pendidikan, namun hal tersebut perlu diantisipasi agar tidak
menimbulkan adanya konflik antar budaya di sekolah. Konselor perlu menerapkan ethic dan emic dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah, yaitu
titik pandang dalam mempelajari budaya dari luar maupun dari dalam sistem
budaya tersebut (Segall, 1990 dalam Dayakisni, 2004:21). Hal tersebut ditujukan
agar tidak terjadi adanya enkapsulasi budaya maupun bias budaya dalam
pelaksanaan layanan BK di sekolah.
Konseling lintas budaya atau konseling multicultural
adalah hubungan konseling di mana dua atau lebih peserta berbeda berkenaan
dengan latar belakang budaya, nilai-nilai dan gaya hidup atau lifestyle (Sue dkk, 1982 dalam
Dayakisni, 2004;336). Berdasarkan pendapat Sue dimaknai bahwa esensi dari
konseling lintas budaya dalam setting sekolah adalah agar pemberian bantuan
yang bersifat psikologis dari konselor yang merupakan bagian dari pendidikan
dapat terlaksana tanpa adanya hambatan yang berasal dari perbedaan budaya. Di
mana perbedaaan budaya tersebut dapat menyebabkan suatu perbedaan nilai-nilai
dan gaya hidup yang akan menghambat proses dari konseling lintas budaya dalam
setting sekolah.
B.
Alasan
Konselor Perlu Mempelajari Konseling Lintas Budaya
Budaya-budaya yang berbeda memiliki sistem-sistem nilai yang berbeda dan
karenanya ikut menentukan tujuan hidup yang berbeda, juga menentukan cara
berkomunikasi kita yang sangat dipengaruhi oleh bahasa, aturan dan norma yang
ada pada masing-masing budaya. Sehingga sebenarnya dalam setiap kegiatan
konseling kita dengan orang lain selalu mengandung potensi komunikasi lintas
budaya atau antar budaya, karena kita akan selalu berada pada “budaya” yang
berbeda dengan orang lain, seberapa pun kecilnya perbedaan itu.
Litvin
(1977) menyebutkan beberapa alasan diantaranya sebagai berikut:
1. Dunia sedang menyusut dan kapasitas untuk
memahami keanekaragaman budaya sangat diperlukan.
2. Semua budaya berfungsi dan penting bagi
pengalaman anggota-anggota budaya tersebut meskipun nilai-nilainya berbeda.
3. Nilai-nilai setiap masyarakat se”baik”
nilai-nilai masyarakat lainnya.
4. Setiap individu dan/atau budaya berhak
menggunakan nilai-nilainya sendiri.
5. Perbedaan-perbedaan individu itu penting,
namun ada asumsi-asumsi dan pola-pola budaya mendasar yang berlaku.
6. Pemahaman atas nilai-nilai budaya sendiri
merupakan prasyarat untuk mengidentifikasi dan memahami nilai-nilai budaya
lain.
C.
Tujuan
Mempelajari KLB
Tujuan dari dilaksanakannya observasi Konseling lintas Budaya adalah
untuk mengetahui pelaksanaan Layanan Bimbingan Kelompok dalam konteks konseling lintas budaya di SMA PERSIAPAN
STABAT dan dapat memberikan masukan mengenai pelaksanaan konseling lintas
budaya dalam setting sekolah.
D.
Kerangka Kerja
1.
Strategi
Pengelolaan Program dan Praktik Konseling Diperluas ini dimulai dengan pembahasan (review) tentang
esensi dan kerangka kerja konseling khususnya lintas budaya, serta kajian tentang karakteristik dan isu-isu budaya
dari berbagai daerah di Indonesia. Daerah-daerah yang dimaksud antara lain
meliputi: (a) Minang, (b) Batak, (c) Jawa, (d) India, (e) Tionghoa.
2.
Volume
a.
Dengan
mempelajari berbagai perbedaan yang diperkirakan ada pada kelompok-kelompok
siswa tertentu, calon konselor menetapkan lokasi penyelenggaraan BKp disekolah.
b.
Calon
konselor melakukan kegiatan identifikasi (pengidentifikasian tersebut dapat menggunakan instrument
tertentu) di lokasi tersebut terhadap:
1)
Aspek-aspek budaya yang berbeda.
2)
Permasalahan yang dialami oleh siswa.
3) Individu dan kelompok yang mengalami permasalahan
tertentu.
c.
Berdasarkan
hasil identifikasi masalah di atas, calon konselor melakukan jenis pelayanan konseling kepada siswa.
d.
Setiap
penyelenggaraan layanan dicatat dengan menggunakan format yang telah ditetapkan.
3.
Pelaporan.
a.
Laporan
akhir perkuliahan disusun secara tertulis yang isinya meliputi:
1)
Hasil
identifikasi aspek-aspek budaya yang berbeda dari sasaran kegiatan.
2)
Sasaran,
jenis layanan, proses, isi dan hasil-hasil layanan, serta aplikasi secara
khusus aspek-aspek budaya tertentu (yang berbeda) dari sasaran praktik.
E.
Tempat Dan Waktu
1.
Tempat
Praktik Konseling Lintas Budaya
dilaksanakan di SMA PERSIAPAN STABAT,Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera
Utara.
2.
Waktu
Waktu penyelenggaraan praktik adalah tanggal 13 Mei 2017
BAB II
PRA KONSELING LINTAS
BUDAYA
A. Persiapan Konselor
1. Persiapan Akademik
Persiapan akademik yang dilakukan
adalah mengkaji ulang pemahaman konsep dasar dan menyegarkan serta meningkatkan
pemahaman tentang konseling keluarga dengan bebagai spektrum problematikanya
dan kerangka kerja konseling lintas budaya. Materi yang dikaji adalah sebagai berikut:
a)
Konsep dasar konseling lintas budaya
b)
Keterampilan dan sikap mahasiswa lintas budaya
c)
Persyaratan mahasiswa lintas budaya
d)
Kerangka kerja konseling lintas budaya, yang
meliputi : (1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan, (3) Evaluasi, (4) Analisis Hasil
Evaluasi, (5) Tindak Lanjut, dan (6) Laporan
2.
Persiapan Administratif
a)
Mengurus
perizinan dan survei tempat praktik konseling lintas budaya, yaitu di SMA
Periapan Stabat, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.
b)
Mempersiapkan berbagai format kerja yang diperlukan
dalam penyelenggaraan konseling lintas budaya.
c)
Menyiapkan materi yang sesuai dengan kebutuhan
sasaran layanan BKp.
3. Persiapan Fisik dan Psikis
a)
Mengelola dan
mengatur kondisi dan energi fisik-psikis agar dapat mengelola konseling
lintas budaya dengan prima dan optimal
b)
Menjaga dan mentaati komitmen dan kode etik profesi
konseling
B. Usaha Mendapatkan Sasaran (Target
Group)
Usaha untuk mendapatkan klien yang
akan diberikan pelayanan melalui konseling lintas budaya dilakukan melalui beberapa cara.
1.
Pemberian layanan Bimbingan Kelompok Kepada Siswa.
2.
Bekerjasama dengan perangkat pihak sekolah dan difasilitasi
oleh pihak sekolah.
3.
Untuk kegiatan di sekolah, dilaksanakan
Pembelajaran Karakter Cerdas format kelompok (PKC-KO) dengan topik “Budaya nyontek”. Palayanan diberikan kepada kelas XI IPA SMA Persiapan
Stabat.
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
KONSELING LINTAS BUDAYA
A.
Konseling Lintas Budaya
Konseling merupakan suatu proses untuk membantu individu
mengatasi hambatan-hambatan perkembangn dirinya,dan untuk mencapai perkembangan
yang optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya ,proses tersebuat dapat terjadi
setiap waktu. (Division of Conseling Psychologi).
Konseling
meliputi pemahaman dan hubungan individu untuk mengungkapkan
kebutuhan-kebutuhan, motivasi, dan potensi-potensi yang yang unik dari individu
dan membantu individu yang bersangkutan untuk mengapresiasikan ketiga hal
tersebut. Dalam pengertian konseling terdapat empat elemen pokok yaitu:
a) Adanya
hubungan,
b) Adanya
dua individu atau lebih,
c) Adanya
proses,
Konseling
lintas budaya mempunyai pengertian yaitu suatu hubungan konseling dimana dua
peserta atau lebih, berbeda dalam latar belakang budaya, nilai nilai dan gaya
hidup. Maka konseling lintas budaya juga akan dapat terjadi jika antara
konselor dan klien mempunyai perbedaan. Karena Kita mengetahuai bahwa antara
konselor dan klien pasti mempunyai perbedaan budaya yang sangat mendasar.
Perbedaan budaya itu bisa mengenai nilai-nilai, keyakinan, perilaku dan lain
sebagainya. Perbedaan ini muncul karena antara konselor dan klien berasal dari
budaya yang berbeda.
Maka
konseling lintas budaya akan dapat terjadi jika antarakonselor dan klien
mempunyai perbedaan budaya. Dalam konseling lintas budaya pasti klien dan
konselor mempunyai perbedaan budaya yang sangat mendasar Perbedaan budaya itu
bisa mengenai nilai nilai, keyakinan, perilaku dan lain sebagainya. Perbedaan
ini muncul karena antara konselor dan klien berasal dari budaya yang berbeda
dan dalam praktik sehari-hari,pasti konselor akan berhadapan dengan klien yang
berbeda latar belakang sosial budayanya. Secara otomatis pasti dalam penanganan
konseling juga tidak akan mungkin disamakan (Prayitno, 1994).
B.
Unsur Pokok
dan Prinsip dalam Konseling Lintas Budaya
Konselor
perlu menyadari akan nilai-nilai yang berlaku secara umum. Kesadaran akan
nilai-nilai yang berlaku bagi dirinya dan masyarakat pada umumnya akan membuat
konselor mempunyai pandangan yang sama tentang sesuatu hal. Persamaan pandangan
atau persepsi ini merupakan langkah awal bagi konselor untuk melaksanakan
konseling.
Sebagai
rangkuman dari apa yang telah dijelaskan di atas, maka ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan konseling lintas budaya. Menurut
Pedersen (1980) dinyatakan bahwa konseling lintas budaya memiliki tiga unsur
yaitu:
1.
konselor dan klien berasal dari latar
belakang budaya yang berbeda, dan melakukan konseling dalam latar belakang
budaya (tempat) klien;
2.
konselor danklien berasal dari latar belakang
budaya yang berbeda, dan melakukan konseling dalamlatar belakang budaya
(tempat) konselor; dan
3.
konselor dan klien berasal dari latar
belakang budaya yang berbeda, dan melakukankonseling di tempat yang berbeda
pula.
C.
Keterampilan dan Sikap Konselor Lintas Budaya
1.
Keterampilan dan Pengetahuan Konselor
Khusus dalam menghadapi
klien yang berbeda budaya, konselor harus memahami masalah sistem nilai. M.
Holaday, M.M. Leach dan Davidson (1994) mengemukakan bahwa konselor profesional
hendaknya selalu meingkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan
konseling lintas budaya, yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Pengetahuan dan
informasi yang spesifik tentang kelompok yang dihadapi.
b. Pemahaman mengenai
cara kerja sistem sosio-politik di negara tempat kelompok berada, berkaitan
dengan perlakukan terhadap kelompok tersebut.
c. Pengetahuan dan pemahaman yang
jelas dan eksplisit tentang karakteristik umum konseling dan terapi.
d. Memiliki keterampilan verbal
maupun non-verbal.
e. Mampu menyampaikan pesan
secara verbal maupun non-verbal.
f. Memiliki keterampilan dalam
memberikan intervensi demi kepentingan klien.
g. Menyadari batas-batas kemampuan
dalam memberikan bantuan dan dapat mengantisipasi pengaruhnya pada klien yang
berbeda.
2.
Sikap Konselor
Sikap konselor dalam
melaksanakan hubungan konseling akan menimbulkan perasaan-perasaan tertentu
pada diri klien, dan akan menentukan kualitas dan keefektifan proses konseling.
Oleh karena itu, konselor harus menghormati sikap klien, termasuk nilai-nilai
agama, kepercayaan, dan sebagainya.
Sementara itu, Rao
(1992) mengemukakan bahwa jika klien memiliki sifat atau kepercayaan yang salah
atau tidak dapat diterima oleh masyarakat dan konselor akan hal tersebut, maka
konselor boleh memodifikasi kepercayaan tersebut secara halus, tetapi apabila
kepercayaan klien berkaitan dengan dasar filosofi dari kehidupan atau
kebudayaan dari suatu masyarakat atau agama klien, maka konselor harus bersikap
netral, yaitu tidak mempengaruhi kepercayaan klien tetapi membantunya untuk
memahami nilai-nilai pribadinya dan nilai-nilai kebudayaan tersebut.
3.
Persyaratan Konselor Lintas Budaya
Dalam penyelenggaraan
konseling lintas budaya adalah bagaimana konselor dapat memberikan pelayanan
konseling yang efektif dengan klien yang memiliki latar belakang budaya yang
berbeda. Dalam hubungan dengan isu ini, Lorion dan Parron (1985) mengemukakan
persyarakat konselor lintas budaya, yaitu :
a.
Konselor harus terlatih secara khusus dalam
perspektif multi budaya, baik akademik maupun pengalaman.
b.
Penciptaan situasi konseling harus atas
persetujuan bersama antara klien dan konselor, terutama yang berkaitan dengan
dengan kemampuan mereka dalam mengembangkan hubungan kerja teurapetik.
c.
Konselor harus fleksibel dalam
menerapkan teori terhadap situasi-situasi khusus klien.
d.
Konselor harus terbuka untuk dapat ditantang dan diuji.
e.
Dalam situasi konseling lintas budaya/multi budaya
yang lebih penting adalah agar konselor menyadari sistem nilai mereka, potensi,
stereotipe, dan prasangka-prasangkanya.
f.
Konselor menyadari reaksi-reaksi mereka terhadap
perilaku-perilaku umum.
BAB IV
PROSES DAN HASIL
KEGIATAN KONSELING LINTAS BUDAYA
A. Deskripsi Hasil Kegiatan
Praktikan beserta lima
orang praktikan lainnya melakukan praktik layanan Bimbingan
Kelompok di SMA Periapan stabat, yang memiliki beragam suku.
B. Nama Peserta
Layanan
No
|
Nama Siswa
|
Kelas
|
Suku
|
1
|
Adryan sailendra
|
XI IPA 2
|
|
2
|
Suhendrik Siregar
|
|
|
3
|
Muhammad wawan Syahputra
|
|
|
4
|
Diana Putri
|
|
|
5
|
Indah Sari Hasibuan
|
|
|
6
|
Syifa Ayu Lestari
|
|
|
7
|
Yogi Setiawan
|
|
|
8
|
Desi Ratna Syahputri
|
|
|
9
|
Runni Anggraini Barus
|
|
|
2.
Deskripsi Kegiatan Konseling Lintas Budaya Kota
Lubuk Linggau
a. Selasa, 3 Desember 2013
Sekitar pukul 11.00 WIB semua mahasiswa PPK sudah berkumpul sesuai dengan pengumuman yang
telah disampaikan oleh ketua panitia KLB untuk melakukan review persiapan dan
perlengkapan yang akan di bawa ke Medan. Pukul 12.00 WIB dilaksanakannya upacara pelepasan rombongan KLB mahasiswa
angkatan XIII 2013 oleh dosen, ketua jurusan setelah itu pukul 12.30 WIB Mahasiswa PPK berangkat menuju Medan.
b. Rabu, 4 Desember 2013
Pukul 17.00 WIB rombongan mahasiswa PPK angkatan XIII sampai di penginapan wisma Perjalanan Haji Indonesia (PHI). Semua rombongan istirahat sebentar, pukul 21.00 WIB mahasiswa PPK dari padang bergabung dengan mahasiswa PPK dari
Medan dilakukan briefing kegiatan yang akan dilakukan.
c. Kamis, 5 Desember 2013
Pukul 09.00 WIB penerimaan mahasiswa PPK angkatan XIII oleh Camat kecamatan Sunggal yang diwakili oleh Sekretaris camat, Kepala Desa, dan pemuka
masyarakat desa Sei Semayang. Setelah acara penerimaan
dilanjutkan dengan perkenalan dengan kepala dusun masing-masing sesuai
dengan kelompok yang telah ditentukan, kemudian langsung bergerak menuju
perkampungan penduduk untuk menemui dan berkomunikasi secara langsung. Kegiatan ke masyarakat (dusun tujuh Pule Rejo) didampingi oleh kepala dusun tujuh desa Pule Rejo, di mana penulis beserta anggota kelompok yang telah ditetapkan (Hasta Purna Putra,
Nilawati, Yeni Alfira, Puji Gusri handayani, Bukhari, ….) mendapatkan kesempatan konseling masyarakat di dusun tujuh Pule
Rejo. Pertama kali bertemu dengan pemuka agama dan
langsung diskusi mengenai kebudayaan yang ada di dusun 7 Pule rejo, setelah itu bertemu dengan ketua Perwiridan menjelaskan kedatangan mahasiswa PPK UNP untuk melakukan kegiatan
konseling di masyarakat yaitu memberikan layanan dan sebagainya yang dibutuhkan
oleh warga dusun 7 Pule rejo. Ketua perwiridan sangat senang dan menyambut gembira kegiatan yang akan dilakukan dan
memberikan waktu untuk melakukan kegiatan pada besok sore harinya. Kemudian malamnya melakukan briefing hasil
kegiatan yang telah dilaksanakan.
d. Jumat, 6 Desember 2013
Kegiatan selanjutnya pada hari
ketiga ini adalah counselor road to school at SMK Bayu Pertiwi desa Sei
Semayang kecamatan Sunggal. Rombongan mahasiswa PPK
di terima oleh pihak sekolah. Mahasiswa PPK yang telah ditetapkan (Rini Hayati, Hasta Purna Putra) masuk ke kelas X Administrasi Perkantoran untuk memberikan layanan kegiatan Pembelajaran
Karakter Cerdas format Kelompok (PKC-KO) dengan topik bebas “Pelecehan Seksual”. Selama melaksanakan kegiatan tersebut kesan siswa SMK Bayu Pertiwi
kecamatan Sunggal sangat luar biasa, mereka
menginginkan agar mahasiswa PPK dapat melakukan kegiatan PKC-KO setiap tahunnya.
Setelah kegiatan counselor road
to school selesai, mahasiswa kembali ke kantor kepala desa dan pukul 14.00 WIB untuk melaksanakan
kegiatan penutupan konseling lintas budaya di desa Sei Semayang kecamatan
sunggal kabupaten Deli Serdang provinsi Sumatera Utara. Kemudian mahasiswa PPK menuju ke lokasi tempat seminar yang
akan dilaksanakan pada hari sabtu untuk melakukan gladi resik, setelah itu kembali ke penginapan membahas kegiatan seminar yang akan dilaksanakan,
semua acara di susun untuk ditampilkan.
e. Sabtu, 7 Februari 2012
Hari keempat di Medan kembali melaksanakan kegiatan yang telah di jadwalkan yaitu Seminar Nasional
yang dilaksanakan di Kampus UNIMED. Kegiatan Seminar
Nasional dimulai pada pukul 09.00 WIB semua mahasiswa
beserta dosen pembimbing sudah tiba di lokasi sebelum jam yang telah
ditentukan. Seminar Nasional
dilaksanakan dengan tema “palayanan bimbingan
dan konseling dalam implementasi kurikulum 2013”. Pemateri dalam
seminar ini adalah Prof. Dr. Prayitno, M. Sc, Ed, Prof. Dr. Mudjiran, M. Si,
Kons dan Prof. Dr. Milfa Yetty, M.Pd, kons. Kemudian semua mahasiswa PPK kembali ke
penginapan untuk istirahat serta persiapan pulang ke Padang. .
3.
Adapun kegiatan dan pelayanan yang dilaksanakan
dapat dirangkum dalam isi kegiatan sebagai berikut:
Waktu
dan Tempat Kegiatan
No
|
Hari/
Tgl/ Jam
|
Kegiatan
|
Lokasi
|
1
|
Selasa, 3 Desember 2013
09.00 - 12.00
|
Persiapan
keberangkatan
|
UNP
|
12.00 - 12.30
|
Upacara pelepasan civitas kampus UNP
|
UNP
|
|
12.30 –
|
Berangkat menuju Medan
|
Bus
|
|
2
|
Rabu, 4
Desember 2013
17.00
|
Tiba di Medan - Istirahat
|
Penginapan
|
17.00 – 21.00
|
Mandi, sholat Subuh
|
Penginapan
|
|
21-00 – 23.30
|
Pertemuan dengan PPK Medan briefing persiapan kegiatan
KLB
|
Wisma USU
|
|
23.30 – 06.00
|
Istirahat
|
Penginapan
|
|
06.00 – 07.30
|
Menuju kecamatan Sunggal
|
Bus
|
|
07.30 – 10.00
|
Penerimaan rombongan PPK oleh Camat, kepala desa, dll
Penyampaian informasi
kegiatan PPK di kecamatan Sunggal
|
Gedung Bandiklat
|
|
10.00 – 17.00
|
Menumui masyarakat langsunr ke rumah penduduk di
dusun-dusun yang telah ditentukan.
|
Gedung Bandiklat
|
|
12.00 – 13.30
|
Isoma
|
|
|
13.30 – 15.30
|
Penerimaan rombongan PPK oleh Camat, Lurah, dan atau
RW & RT; Penyampaian
informasi
kegiatan PPK di Kota Lubuklinggau
|
Pelataran Kecamatan
LubukLinggau Selatan
II
|
|
15.30 – 16.00
|
Isonack
|
|
|
16.00 - 17.30
|
Penjajakan masyarakat di Lubuk Linggau, (Kelurahan)
|
Kec. Lubuk Linggau Selatan II
|
|
17.30 - 18.00
|
Kembali ke penginapan
|
Bus
|
|
18.00 – 20.00
|
Isoma
|
Penginapan
|
|
20. 00 – 21. 30
|
Briefing, evaluasi,
dan persiapan kegiatan
|
Penginapan
|
|
21.30 – 05.00
|
Istirahat
|
Penginapan
|
|
3
|
Kamis, 02 Feb 12
05.00 – 06.30
|
Mandi, Sholat subuh
|
Penginapan
|
06.30 – 07.00
|
Breakfast
|
Penginapan
|
|
07.00 – 07.45
|
Berangkat menuju
Madrasah
|
Bus
|
|
07.45 - 12.00
|
Konselor Road to School
|
MA At-Taqwa Tugumulyo
|
|
12.00 – 12.10
|
Kembali ke penginapan
&
|
Penginapan
|
|
12.10 – 13.30
|
Isoma
|
Penginapan
|
|
13.30 – 14.10
|
Berangkat ke
masyarakat
|
Bus
|
|
14.10 - 17.30
|
Konseling di Masyarakat
|
Kec. LubukLinggau
Selatan II
|
|
17.30 – 18.15
|
Kembali ke penginapan
|
Bus
|
|
18.15 – 21.00
|
Isoma
|
penginapan
|
|
21.00 – 05.00
|
Briefing, evaluasi dan
persiapan esok & Istirahat
|
Penginapan
|
|
4
|
Jum’at, 03 Feb 12
05.00 – 06.30
|
Mandi, Sholat subuh
|
Penginapan
|
06.30 – 07.00
|
Breakfast
|
Penginapan
|
|
07.00 – 07.15
|
Berangkat ke Sekolah
|
On the way
|
|
07.15 – 11.30
|
Konselor Road to Scholl
|
SMA N 1 Lubuklinggau
|
|
11.30 – 13.00
|
Isoma
|
Penginapan
|
|
13.00 – 14.30
|
Kunjungan, Briefing
& persiapan Seminar
|
kampus STAI Al Azhaar
|
|
14.30 – 19.00
|
Isoma
|
Penginapan
|
|
19.00 – 05.00
|
Briefing, evaluasi dan
persiapan seminar & Istirahat
|
Penginapan
|
|
5
|
Sabtu , 04 Feb 12
05.00 – 06.30
|
Mandi, sholat Subuh
|
Penginapan
|
06.00 – 07.30
|
Breakfast
|
Penginapan
|
|
07.30 – 08.00
|
Briefing persiapan
seminar
|
Penginapan
|
|
08.00 – 08.30
|
Berangkat menuju
lokasi
|
Bus
|
|
08.30 - 12.30
|
Seminar Karakter-Cerdas
|
Kampus STAIAL
|
|
12.30 – 13.30
|
Isoma
|
sda
|
|
13.30 - 15.30
|
Lokakarya
|
sda
|
|
15.30 – 16.00
|
Sholat
|
sda
|
|
16.00 – 16.30
|
Penutupan
|
sda
|
|
16.30 – 17.00
|
Isoma & Berkemas-kemas pulang
|
Penginapan
|
|
17.00 -
|
Pulang ke Padang.
|
Bus
|
3.
Bentuk
Kegiatan
NO
|
KEGIATAN
|
BENTUK
|
1.
|
Layanan Informasi
|
Format klasikal, dengan
teknik ceramah dan Tanya jawab.
|
2.
|
Konseling Perorangan
|
Format Individual, pada saat Konseling Perorangan
|
3.
|
Identifikasi Budaya
|
Individual
dan kelompok
|
4.
|
PKC-KO
|
Kelompok
|
BAB V
PENUTUP
A.
Simpulan
Pelayanan Konseling merupakan
pelayanan yang profesional. Ini didasarkan pada pelaksanaan berbagai layanan
dan kegiatan pendukung dalam konseling berdasarkan pada kajian teori yang
bersifat toritis maupun aplikatif. Sebagai seorang yang profesional, Konselor
di tuntut dapat memberikan pelayanan kepada klien secara tepat. Banyak hal yang
mempengaruhi diri klien, salah satunya adalah budaya.
Faktor budaya sangat mempengaruhi
proses dan isi konseling, budaya bisa menjadi latar belakang permasalahan
klien, latar belakang budaya klien yang berbeda dan latar belakang budaya
konselor akan menuntut konselor untuk dapat menyesuaikan praktek konseling yang
nantinya akan kita laksanakan. Sebagai seorang konselor tidak selayaknya jika
terkungkung dalam budayanya sendiri karena jika demikian konselor akan
memberikan pelayanan konseling berdasarkan kaca mata budayanya tanpa
mempertimbangkan latar belakang budaya
klien.
Pelayanan Konseling yang di lakukan
di kelurahan Siring Agung Kec Lubuk
Linggau Selatan II, memberikan manfaat bagi
masyarakat setempat, dan ini membuktikan dari evaluasi proses kegiatan baik dalam bentuk kelompok maupun
individual. Hal ini menuntut para praktisi konseling untuk lebih
mensosialisasikan profesi konseling secara lebih luas dan memiliki WPKNS yang bagus.
B.
Kesan-kesan
Bagi pribadi Konselor ketika
memberikan pelayanan konseling kepada masyarakat di kecamatan Sunggal Desa Sei Semayang
khususnya dusu 7 Pule rejo, konselor merasakan nuansa yang hangat, karena budaya baik dari segi bahasa,
maupun dialeknya masih sama dengan
budaya di kampung konselor, sehingga tidak merasa canggung atau asing
dalam berkomunikasi dengan warga
setempat.
C. Saran
1)
Sebelum peserta program PPK terjun ke lapangan
memberikan pelayaan nyata kepada masyarakat,
seyogyanya pemahaman dan pengkajian konsep dan kerangka kerja konseling lintas
budaya dipersiapkan secara lebih matang, mendasar, dan komprehensif. Kajiannya
tidak hanya difokuskan pada jenis-jenis budaya pada suku atau etnis tertentu, tetapi
konsep dasar dan kerangka kerja konseling lintas budaya perlu disamakan dan
dimantapkan persepsinya
2)
Ke depan diharapkan koordinasi antar peserta, panitia, jurusan dan
pemerintah setempat (tempat pelaksanaan) lebih ditingkatkan.
3)
Perencanaan kegiatan lebih dimatangkan termasuk
antisipasi terhadap hal-hal yang bersifat insidental, Seperti survey kondisi
jalur transportasi, sehingga kegiatan tidak tertunda karena kendala jalan yang
macet atau tidak mulus.
4)
Setelah konsep dasar dan kerangka kerja konseling
lintas budaya dikuasai dan dipahami secara utuh, perlu dilakukan simulasi
terbimbing di kelas. untuk mempersiapkan keterampilan konseling lintas budaya
yang lebih matang.
5)
Diskusi secara klasikal dengan senior-senior yang
sudah pengalaman mengenai hal-hal yang musti diperhatikan dalam persiapan KLB.
6)
Jadwal keberangkatan dan kegiatan juga harus
dicocokan dengan kalender akademik kampus, sehingga tidak ada yang saling
tumpang tindih anatra kegiatan atau jadwal pendaftaran wisudah dan persiapan
ADM di kampus.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Aderson J. Donna dan Ann Craston-Gingras. 1991. “Sensitizing Counselors
and Educators to Multicultural Issues : An Interactive Approach”. Journal of
Counseling and Development. 1991. V. 70
Bernard, Hatorld W. & Fullmer, D.W. 1987. Principle of Guidance.
Secon Edition. New York : Harper and Row Publisher.
Brammer, Lawrence M. & Shostrom, E.L. 1982. Thepetic Psychology :
Foundamentals of Counseling and Psychoterapy. New Jersey : Prentice-Hall.
Brown Duance J. Srebalus David. 1988. An Introduction to the
Counseling Profession. USA : by Allyn & Bacon
Corey, Gerald. 2004. Theory and Practice of Counseling and
Psychotherapy. Monterey, California : Brooks/Cole Publishing Company.
Jumarlin. 2002. Dasar – Dasar
Konseling Lintas Budaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Kneller, G.F. 1978. Educational Anthropology. NewYork: Robert. F.
Krieger
May Rollo.2003. The Art of Counseling. New Jersey : Prentice
Hall, Inc
Pedersen Paul. Walter J. Lonner and Juris G. Draguns. 1980. Counseling
Acroos Culture. USA : by The University Press of Hawaii
Prayitno. 2005. Konseling
Pancawaskita. Padang : FIP Universitas Negeri Padang
Ritzer, G. :Kramer, K. W. C.:dan
Yetman, N.R. 1979. Sociology:Experiencing
A Changing Society.
Boston: Allyn and Bacon